Kebutuhan informasi merefleksikan adanya persyaratan yang
harus dipenuhi dalam melaksanakan tugas tertentu (Wersig dalam Bystrom &
Jarvelin, 1995). Dengan kata lain,
perilaku penemuan informasi terjadi karena adanya kebutuhan dalam diri
individu. Kebutuhan terhadap informasi oleh individu timbul dari adanya
tuntutan untuk menyelesaikan tugas tertentu. Penemuan informasi dan kebutuhan
informasi tergantung pada tugas individu. Suatu tugas yang rumit umumnya
memerlukan upaya yang lebih dalam penemuan informasi.
Informasi yang ingin ditemukan secara normal dapat diakses melalui berbagai
sumber dan saluran informasi. Menurut Murtonen (dalam Bystrom, & Jarvelin,
1995), sumber informasi adalah pembawa informasi yang dipercaya dapat
memberikan kepuasan dalam memenuhi kebutuhan informasi. Sumber informasi
terbagi ke dalam tiga tipe yaitu dirinya sendiri, orang lain, dan sumber
informasi yang bukan manusia (Brown dalam Bystrom, & Jarvelin, 1995).
Sumber informasi interpersonal dapat berupa teman, ahli bidang tertentu atau
orang lain. Sedangkan sumber informasi impersonal dapat berupa buku, jurnal,
internet, televisi, radio dan sebagainya.
Saluran informasi adalah suatu media penghubung yang memberikan petunjuk
pada seseorang untuk dapat mengakses sumber informasi (Murtonen dalam Bystrom, &
Jarvelin, 1995). Saluran informasi dapat berupa teman, ahli, surat kabar, dan
buku.
Ketersediaan sumber dan saluran informasi berkaitan
dengan kondisi sosial yang ada. Kondisi sosial tersebut akan menentukan
perilaku informasi yang dilakukan oleh seseorang. Kondisi sosial yang kurang
informasi dikenal dengan istilah information
poverty (Chatman dalam Burnett & Jaeger, 2008). Kondisi ini
menggambarkan keadaan dimana suatu tempat sangat kurang sekali dengan
keberadaan suatu sumber informasi dan hanya terdapat informasi yang out of date sehingga berdampak pada
aktivitas orang-orang yang tinggal di tempat tersebut. Mereka jarang mengakses
informasi, dan informasi dianggap sebagai suatu hal yang tidak berguna.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Childers (dalam
Donald, 2008) yang menyatakan bahwa orang-orang yang berada dalam lingkungan information poverty tidak mengetahui
saluran informasi formal yang bisa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan
yang dihadapi. Mereka sebagian besar hanya melihat televisi dalam waktu yang
lama dan tidak banyak membaca koran, majalah atau buku. Sebagian besar mereka
tidak sadar bahwa permasalahan mereka sebenarnya adalah kebutuhan informasi.
Mereka jarang mengakses informasi secara aktif, melainkan hanya tergantung pada
saluran non-formal yang tersedia di sekitar komunitas sosial mereka.
Lebih lanjut, Hargittai
dan Hinnant (2006) juga mengungkapkan bahwa ketersediaan jaringan pendukung
sosial (social support network)
menjadi salah satu faktor yang sangat mempengaruhi perilaku penemuan informasi
guna memenuhi informasi mereka. Dalam studi perilaku informasi manusia (human information behaviour), temuan
yang menunjukkan bahwa manusia mengandalkan manusia lainnya sebagai sumber
informasi merupakan suatu hal yang umum. Selain itu, dalam proses adopsi inovasi,
peran jejaring sosial juga sanggat penting (Hargittai & Hinnant, 2006).
Dalam upaya menerapkan produk atau praktik-praktik baru untuk memecahkan tugas
tertentu, orang akan mengandalkan sumber terpercaya yang ada dalam jaringan
sosial mereka.
Berkaitan dengan
ini, kualitas sumber daya sosial yang tersedia dalam sebuah jejaring sosial
sangat menentukan keberhasilan individu anggotanya dalam mencapai tujuan yang
ingin dicapai. Jika sebuah jejaring tidak mampu memberikan sumber daya sosial
yang tepat, maka seseorang akan mencari orang lain di luar jejaringnya meskipun
ikatan hubungan di antara mereka relatif lemah (weak-ties relationship). Dalam studi yang dilakukan oleh Johnson
(2004), terhadap masyarakat Ulan Bator, Mongolia diperoleh temuan bahwa
seseorang akan mencari orang lain di luar jejaringnya untuk memperoleh
informasi baru.
0 komentar:
Posting Komentar